Total Tayangan Halaman

Senin, 20 Februari 2012

Kapal Selam

Torpedo SAET-50 : Senjata Pamungkas Korps Hiu Kencana Era-60an

07/02/2012
Bagi Anda pemerhati bidang kemiliteran, pastinya telah mengenal identitas Whiskey class, ya ini lah jenis kapal selam yang memperkuat arsenal kekuatan Korps Hiu Kencana TNI AL di dasawarsa tahun 60-an. Seperti diketahui, ada 12 kapal selam kelas Whiskey yang sempat dimiliki Indonesia, dan kehadirannya saat itu dimaksudkan sebagai salah satu elemen penggetar dalam operasi Trikora, merebut Irian Jaya dari tangan Belanda.
Seperti banyak ditulis dalam berbagai literatur, keberadaan kapal selam bagi sebuah negara merupakan komponen yang strategis. Beragam fungsi bisa diemban dari adanya kapal selam, mulai dari patroli, intai maritim, penyusupan, hingga perang bawah/atas permukaan laut. Untuk yang terakhir disebut, perang bawah/atas permukaan laut, tentunya bisa berjalan bila kapal selam ditunjang dengan persenjataan yang memadai. Bicara soal senjata kapal selam, jelas yang utama dan tak tergantikan adalah torpedo, setelah itu baru bisa disebut ranjau laut, rudal anti kapal, dan sebagainya.
Sosok torpedo SAET-50 di museum AL Rusia
Tampilan baling-baling pada SAET-50
Nah, guna menapaki sejarah kejayaan militer Indonesia di masa lalu, TNI AL kala itu juga sudah memiliki jenis torpedo yang terbilang canggih pada masanya. Jenis torpedo tersebut adalah SAET (Samonavodiashaiasia Akustisticheskaia Elektricheskaia Torpeda)-50, sebuah torpedo jenis homing akustik yang ditenagai dengan teknologi elektrik. Kecanggihan SAET-50 yakni saat diluncurkan dapat langsung mencari sasaran sendiri (fire and forget) berdasarkan suara baling-baling atau material magnetik yang dipancarkan oleh badan kapal target. Yang cukup menakutkan bagi armada kapal perang Belanda, hulu ledaknya mencapai berat 375 Kg, dan teknologi homing akustik pasif torpedo ini dapat mengendus sasaran mulai dari jarak 600-800 meter.
Selain negara-negara anggota Pakta Warsawa, Indonesia menjadi pengguna pertama, dan yang pasti di Asia baru Indonesia lah yang memiliki torpedo maut ini. Tentu ada udang dibalik batu atas kedatangan torpedo ini, Uni Soviet tentu berharap kinerja SAET-50 dapat dijajal dalam operasi tempur yang sesungguhnya. Operasi Trikora bisa menjadi kampanye keunggulan militer Uni Soviet melawan kubu Blok Barat yang diwakili oleh Belanda.
Jenis torpedo Whiskey Class di Museum Satria Mandala
Sosok torpedo di kompartemen Monkasel KRI Pasopati, Surabaya
Sayangnya, kesaktian SAET-50 tidak pernah dibuktikan untuk menghantam armada kapal Belanda. Karena beragam kepentingan, versi torpedo ini kemudian juga diadaptasi oleh Cina secara lisensi. Dan jadilah torpedo berdiameter 533mm ini dengan versi buatan Cina yang diberi kode Yu-3/Yu-4A dan Yu-4B. Ada beberapa pengembangan yang dilakukan oleh Cina, dimana versi torpedo ini dibuat bukan hanya dalam versi akustik pasif, tapi juga akustik aktif, yakni memancarkan gelombang untuk mencari pantulan dari logam di kapal target. Cina sendiri terus memproduksi torpedo yang berasal dari platform SAET-50 hingga 1987.
SAET-50 versi Cina (Yu-4)
Tabung peluncur torpedo di buritan KRI Pasopati
Tidak ada informasi, berapa unit torpedo SAET-50 yang sempat dimiliki TNI-AL. Secara umum SAET-50 produksi Uni Soviet terbagi dalam dua versi, yakni SAET-50 (digunakan mulai tahun 1950) dan SAET-50M (digunakan mulai tahun 1955). Tidak diketahui jenis mana yang dipunyai oleh TNI AL. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah spesifikasi torpedo SAET-50. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Torpedo SAET-50
Diameter : 533 mm
Berat : 1.650 Kg
Panjang : 7,45 m
Berat Hulu Ledak : 375 Kg
Jangkauan : SAET-50 – 4 Km/SAET-50M – 6 Km
Kecepatan : SAET-50 – 23 knots/ SAET-50M – 29 knots
Sumber Tenaga : Lead Acic Battery
h1

KS Type 206 : Nyaris Jadi Arsenal Korps Hiu Kencana TNI AL

10/01/2012

Suatu hari di tahun 1997, pada acara “Dunia Dalam Berita” di TVRI, diwartakan bahwa TNI AL akan kedatangan armada kapal selam (KS) jenis baru, melengkapi 2 unit yang sudah ada sejak awal tahun 80-an. Tak tanggung-tanggung, disebutkan TNI AL langsung menambah 5 unit kapal selam. Kala itu, berita pengadaan kapal selam cukup mengagetkan, walau beritanya tak heboh, tapi pengadaan langsung 5 unit adalah ‘prestasi’ di saat itu, pasalnya selain pemerintah harus siapkan budget besar, juga TNI AL harus menyiapkan awak dalam jumlah yang ideal.
Tapi ibarat untung tak dapat diraih, krisis ekonomi (krismon) yang mendera Republik ini terbilang dahsyat, selain akhirnya mampu menjungkirkan kekuasaan Soeharto, paket pengadaan 5 unit kapal selam dari Jerman pun ikut kandas. Padahal 5 unit kapal selam tadi sudah setengah sah jadi arsenal TNI AL, dalam siaran TV bahkan diperlihatkan kapal selam yang diketahui dari Type 206 sudah memakai nomer lambung 403, 404, 405, 406, dan 407. Masing-masing pun sudah dinamai, yakni KRNI Nagarangsang (eks U-13), KRI Nagabanda (eks U-14), KRI Bramasta (eks-U19), KRI Cundamani (eks U-21), dan KRI Alugoro (eks U-20). Bahkan dalam siaran berita TVRI, nampak awak TNI AL wara wiri di sekitar dermaga kapal selam tersebut di kota Kiel.
Meski akhirnya tak jadi milik TNI AL, rasanya ada baiknya kita kenal lebih jauh tentang Type 206. Kapal selam ini dibangun pada periode perang dingin, dan masih terus digunakan hingga tahun lalu (2011), bahkan AL Kerajaan Thailand berencana untuk membeli kapal selam ini. Type 206 merupakan jenis kapal selam untuk beroperasi di perairan dangkal, dan dilihat dari desainnya, jangkauan jenis kapal selam ini pun terbatas. Tapi kapal selam dengan penggerak diesel listrik ini punya mobilitas tinggi dan dapat beroperasi senyap, pasalnya saat menyelam di bawah permukaan laut menjalankan penggerak dari listrik yang berasal dari cell baterai.

Dengan kemampuan diatas, armada destroyer harus bekerja keras untuk bisa mendeteksi keberadaan kapal selam ini. Bahkan bila Type 206 berdiam diri di kedalaman laut, secara teori mustahil kapal selam ini bisa diendus sonar. Perlengkapan peran Type 206 bisa dibilang cukup handal, seperti material baja yang dilapisi bahan anti magnetik. Ini memang sengaja dipersiapkan bagi kapal selam untuk bisa terhindari dari ancaman ranjau laut dari pihak lawan. Tak itu saja, deteksi menggunakan teknologi MAD (magnetic anomaly detector) juga menjadi sulit diterapkan.
Tampilan 3 dimensi Type 206
Type 206 dibuat di galangan Howaldtswerke Deutsche Werft/HDW, (dahulu masuk dalam wilayah Jerman Barat). Sebagai oleh-oleh masa perang dingin, Bundesmarine (AL Jerman Barat) memang mempersiapkan Type 206 untuk beroperasi di laut Baltik, guna memburu armada kapal perang dari grup pakta Warsawa bila terjadi perang terbuka, dan sekaligus melakukan misi pengintaian.
Dari segi persenjataan, Type 206 mampu menggotong 8 tabung torpedo ukuran 533 mm, jumlah torpedo yang dibawa ya hanya 8, artinya dalam kondisi tempur, kapal selam ini tak bisa melakukan reload ke tabung peluncur. Senjata lain yang bisa ditebar yakni 24 ranjau laut yang dibawa dalam komponen eksternal. Salah satu keunikan pada desain Type 206 yakni adanya tonjolan/punuk pada sisi haluan atau bulge. Tonjolan ini disinyalir berisi beragam sensor, selain Type 206, kapal selam Type 209 yang dimiliki TNI, KRI Cakra (401) dan KRI Nanggala (402) juga memiliki punuk di haluannya, walau tampak tidak sebesar Type 206.

Sejak diproduksi antara tahun 1968 – 1975, total ada 18 unit Type 206 yang akhirnya memperkuat Bundesmarine. Dan untuk misi modernisasi, 12 unit diantaranya di upgrade pada tahun 1990, dan hasil upgrade ini dinamakan Type 206A. Pada versi 206A dilakukan upgrade berupa pemasangan sonar STN Atlas DBQS-21D, juga ada upgrade pada jenis periskop, sistem kendali senjata, lalu ada penggantian sistem ESM menggunakan GPS (global positioning system). Jenis torpedo pun diperbaharui dengan tipe Seeaal. Untuk memperkuat kinerjam sistem propulsi juga diperbaharui, dan terakhir ada perbaikan untuk kompartemen awak.
Dari 18 unit Type 206 yang dioperasikan, sebagian besar kini memang sudah di besi tuakan, tapi ada beberapa yang masih beroperasi hingga pertengahan 2011 lalu, sisa Type 206 inilah yang bakal dibeli AL Thailand, kabarnya pemerintah Thailand telah menyetujui untuk membeli 2 unit Type 206A. Keseriusan Thailand untuk membeli kapal selam yang usianya sudah menjelang 40 tahun ini, membutikan bahwa kualitas Type 206 memang memikat, terutama bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang umumnya lebih cocok mengadopsi jenis kapal selam ringan untuk beroperasi di laut-laut sempit. Bila dahulu, sekiranya badai krismon tak menerjang RI, Type 206A bakal menjadi arsenal Korps Hiu Kencana TNI AL.


Sebagai informasi, Type 206 adalah satu pabrik dengan Type 209/1500 yang kini digunakan TNI AL, dari segi desain keduanya pun mirip, tapi bila dilihat dari spesifikasi, Type 209 jelas lebih unggul karena punya jangkauan kedalaman hingga maksmium 500 meter, dan torpedo yang dibawa pun bisa hingga 14, bandingkan dengan Type 206 yang hanya bisa menyelam hingga kedalaman 200 meter dengan maksimum 8 torpedo. Tapi lain dari itu, banyak yang beranggapan Type 206 bekas pakai Bundesmarine punya kualitas yang mumpuni, sebab memang aslinya dirancang dan dipakai untuk kebutuhan AL Jerman. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Type 206A
Berat        :   450 ton (dipermukaan)
498 ton (saat menyelam)
Panjang    :   48,6 meter
Bem         :   4,6 meter
Draft          :   4,5 meter
Penggerak : 2 MTU 12V 493, 4-stroke 600 hp (441 kW) diesel engines, each coupled with an Asea Brown Boveri-generator 1 Siemens-Schuckert-Werke 1100 kWelectric motor driving single five (Type 206) or seven (Type 206A) bladepropeller
Kecepatan   :    10 knots (19 km/jam) – dipermukaan
17 knots (31 km/jam) – saat menyelam
Jangakauan : 4,500 nmi at 5 knots, dipermukaan; (8,300 km at 9 km/h) 228 nmi at 4 knots, di bawah
permukaan  (420 km at 7 km/h)
Awak           : 23 orang
Batas kedalaman : Lebih dari 200 meter
Sistem Sensor : STN Atlas DBQS-21 (CSU-83) submarine sonar
Thomson-CSF DUUX 2 passive rangefinder sonar
Safare VELOX sonar intercept
EDO-900 active mine avoidance sonar
Thomson-CSF Calypso II surveillance and navigation radar
Perangkat Perang Elektronik : Thomson-CSF DR-2000U ESM system
Thorn-EMI SARIE
h1

KRI Pasopati – Kapal Selam Pemburu Tanpa MCK

26/06/2009
Monumen Kapal Selam - KRI Pasopati
Monumen Kapal Selam - KRI Pasopati
Rasanya sudah banyak yang tahu bahwa kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi tak terlepas dari jasa show of force armada militer RI dikala itu. Dari sekian banyak arsenal tempur yang dijagokan untuk merontokan nyali Belanda, bisa disebut unsur armada kapal selam adalah yang paling ditakuti Belanda. Alasannya jelas, RI dikala itu menjadi satu-satunya negara di belahan dunia selatan yang memiliki 12 kapal selam kelas Whisky.  Saat itu Whisky class merupakan kapal selama diesel yang amat ditakuti oleh blok NATO. Belanda pun saat itu tak memiliki kapal selam dengan spesifikasi yang sama untuk menandingi Whisky class.
Armada kapal selam saat sedang merapat untuk keperluan logistik di KRI Sam Ratulangi
Armada kapal selam saat sedang merapat untuk keperluan logistik di KRI Sam Ratulangi
Dari 12 kapal selam Whisky class yang dimiliki TNI-AL, KRI Pasopati 410 bisa disebut yang paling kondang disebut-sebut. Pasalnya, Pasopati adalah kapal selam terakhir yang beroperasi. Pasca gestapu, Rusia melakukan embargo suku cadang militer ke Indonesia, akibatnya armada kapal selam TNI –AL perlahan mulai mati akibat kurangnya suku cadang. Langkah kanibalisasi suku cadang terus dilakukan, dan yang terakhir beroperasi adalah KRI Pasopati. Pasopati tercatat baru dinonaktifkan dari jajaran TNI-AL pada 25 Januari 1990.
Whisky Class di kota Saint Petersburg, Rusia
Whisky Class di kota Saint Petersburg, Rusia
Whisky class mulai diproduksi tahun 1952 di Vladi Rusia. Dan mulai masuk jajaran TNI AL (Satselarmatim) tanggal 29 Januari 1962 dengan tugas pokok menghancurkan garis lintas musuh (anti shipping), mengadakan pengintaian dan melakukan “silent raids”. Saat ini KRI Pasopati ditempatkan sebagai monumen kapal selam di kota Surabaya sejak tahun 1998.
Kemampuan Whisky class terbukti dapat menggetarkan armada kapal Belanda, tapi seperti kebiasaan produk keluaran Rusia pada umumnya. Unsur kenyamanan pada awak kurang diperhatikan. Walau dipersenjatai rudal anti serangan udara dan peluncur torpedo di buritan dan haluan. Whisky class tidak dibekali fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus). Hal inilah yang membuat derita awak kapal selam. Selama pelayaran para awak sangat jarang mandi, mandi lebih mengandalkan air hujan saat kapal naik ke permukaan laut.
Ruang mesin dan ruang torpedo
Ruang mesin dan ruang torpedo
Lebih parah, banyak awak kapal selam TNI-AL dikala itu yang terserang penyakit ginjal. Pasalnya tak ada MCK, jadi para awak harus menghemat konsumsi air agar tidak sering kencing. Atau bila ingin kencing harus ditahan, tak jarang air kencing harus disimpan dulu dalam wadah plastik. Coba itu baru untuk urusan buang air kecil. Lebih parah lagi untuk BAB (buang air besar), murni hanya bisa dilakukan saat kapal naik ke permukaan. Pada geladak kapal tersedia kloset untuk awak kapal melakukan BAB. Di dalam kapal tidak tersedia fasilitas sanitasi dan sistem penyaringan dari air laut ke air tawar.
Kini di Rusia Whisky class sudah menjadi onggokan besi tua
Kini di Rusia Whisky class sudah menjadi onggokan besi tua
Dengan kondisi diatas, bisa dibayangkan penderitaan awak kapal selam. Belum sempat berperang bisa-bisa sudah kalah duluan gara-gara kebelet pipis atau mules. Dalam ruang kapal selam juga tak dibekali fasilitas pendingin udara, baru pada masa-masa akhir pengabdian, Pasopati dilengkapi AC. Hal ini berbeda 180 derajat dengan generasi kapal selama TNI-AL type 209 buatan Jerman (KRI Cakra dan Nanggala). (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi KRI Pasopati
Panjang : 76,6 meter
Lebar : 6, 3 meter
Kecepatan : 18,3 knots di atas air
13,5 knots di bawah air
Berat penuh : 1.300 ton
Berat kosong : 1.050 ton
Jarak jelajah : 8.500 mil laut
Bahan bakar : Solar
Batere : 224 buah
Persenjataan : Torpedo steam 12 buah
Panjang torpedo : 7 meter
Peluncur torpedo : 6 buah
Awak kapal : 63 orang beserta perwira

sumber : http://indomiliter.wordpress.com/category/kapal-selam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar